Metode Tematik Multidisipliner: Aplikasi Pada Tafsir Ekologi Berwawasan Gender | Author : Nur Arfiyah Febriani | Abstract | Full Text | Abstract :Perkembangan metode tafsir al-Quran kontemporer semakin menggeliat seiring dengan kebutuhan dan tantangan zaman. Metode tafsir maudu’i atau tematik misalnya, sejak diperkenalkan oleh al-Kumi dan dijelaskan sistematikanya oleh al-Farmawi, membawa kajian al-Quran semakin bervariasi, hasil kajiannya dianggap lebih mampu menjawab problematika sosial kontemporer. Gaya dari metode ini dimulai dari penelitian kajian kosa kata dalam al-Quran sampai kepada sebuah konsep yang dibutuhkan untuk menjawab permasalahan dan diharapkan dapat membantu menciptakan al-sakinah al-ijtima’iyyah (kedamaian di tengah masyarakat). Namun demikian, metode ini kemudian juga ditantang harus mampu merespon dinamika sosial yang terkait dengan perkembangan sains kontemporer. Hal ini yang belum digagas sistematikanya dalam metode tafsir tematik.Oleh sebab itu, metode ini perlu dikembangkan, mengingat kajian tafsir tematik semakin diminati para peneliti dengan berbagai background keilmuan yang beragam. Metode tematik multidisipliner adalah metode yang penulis gagas dengan pemahaman bahwa: metode tafsir tematik yang membahas dan mengkaji objek dan mengakaitkannya dengan beberapa disiplin ilmu. Metode ini memiliki beberapa langkah yaitu: 1. Menentukan masalah yang akan diteliti; 2. Analisis kritis pendapat para ahli terkait permasalahan yang diangkat dari sisi ilmu naqliyah, ‘aqliyah, dan ‘amaliyah; 3. Melacak dan mengkoleksi ayat-ayat sesuai topik yang diangkat; 4. Menata ayat-ayat tersebut secara kronologis (sebab turunnya), mendahulukan ayat makiyah dari madaniyah dan jika ada disertai pembahasan tentang latar belakang turunnya ayat (dalam bentuk tabel); 5. Mengetahui korelasi (munasabah) ayat-ayat tersebut; 6. Menyusun tema bahasan dalam kerangka yang sistematis (outline); 7. Analisis komparatif antara respon al-Quran dan hadis terhadap pendapat pro/kontra para saintis; 8. Menyimpulkanperspektif al-Quran dan hadis; 9.“Counter argument” dengan menawarkan konsep yang akomodatif, integratif dan solutif. Dalam contoh aplikasi metode ini, konsep yang ditemukan adalah bahwa: perspektif al-Qur’an mengenai ekologi berwawasan gender mengusung teori ekohumanis teosentris. Hal ini berdasarkan deskripsi al-Qur’an mengenai interkoneksi dan interaksi harmonis antara manusia dengan dirinya sendiri (?abl ma‘a nafsih), manusia dengan sesama manusia (?abl ma‘a ikhwanih), manusia dengan alam raya (?abl ma‘a bi’atih) dan manusia dengan Allah (?abl ma‘a Khaliqih), tanpa membedakan antara laki-laki dan perempuan. Selain itu, dengan ditemukannya isyarat keseimbangan karakter feminin dan maskulin dalam setiap individu manusia, penulis ini berbeda pendapat dengan tokoh ekofeminis yang menganggap kerusakan lingkungan memiliki korelasi dengan sikap dominatif laki-laki terhadap perempuan. Dalam al-Qur’an, manusia secara umum dideskripsikan memiliki potensi yang sama dalam merusak sekaligus melakukan upaya konservasi lingkungan. |
| Dai¯’f al-Ja¯mi’: Menilik Konsistensi al-Alba¯ni¯ dalam Tashi¯h ad-Da’i¯f | Author : Miftahul Ghani, Edi Safri, Luqmanul Hakim | Abstract | Full Text | Abstract :Muhammad Na¯sir ad-Di¯n al-Alba¯ni¯ merupakan salah satu sarjana hadis yang dianggap kontroversial. Banyak ulama yang mengatakan bahwa penilaian-penilaiannya terhadap hadis tidak dapat diperpegangi. Hal ini dikarenakan adanya kontradiksi penilaian al-Alba¯ni¯ dalam banyak hadis. Dalam satu kasus ditemukan ia men-da’i¯f-kan suatu hadis, namun dalam karyanya yang lain hadis itu dinilainya hasan, atau bahkan sahi¯h, atau sebaliknya. Artikel ini berupaya mengungkap bagaimana konsistensi al-Alba¯ni¯ dalam kritik hadis, khususnya hadis-hadis yang telah direvisi penilaiannya oleh al-Alba¯ni¯ dari hadis yang awalnya ia hukumi dengan status da’i¯f kemudian diralat menjadi sahi¯h dalam karyanya Dai¯’f al-Ja¯mi’. Ditemukan bahwa dalam menerapkan konsep tashi¯h terhadap hadis-hadis yang telah di-da’i¯f -kan, tampaknya ia kurang konsisten. Berdasarkan penelitian ditemukan kasus al-Alba¯ni¯ men-sahi¯h-kan hadis yang telah dihukuminya dengan status da’i¯f jiddan (hadis matru¯k dan hadis mungkar), dan hal itu bertentangan dengan metodenya yang menyatakan bahwa hadis da’i¯f tidak dapat dinaikkan derajatnya jika tingkat ke-da’i¯f -annya berat meskipun ditemukan riwayat-riwayat lain sebagai pendukung. |
|
|